2

Internet Sehat ^_^

         Pernah dengar tentang netiket? Sesuai asal katanya, yaitu “internet” dan “etiket”, maka ini adalah etika yang berlaku saat kita ada di internet. Nah, di social media yang kini sedang marak juga berlaku yang namanya netiket. Artinya, dalam bergaul di social media seperti Facebook atau Twitter, tetap ada etikanya.
           Netiket social media adalah semacam aturan yang digunakan di situs jejaring social. Mulai dari bagaimana kita menyapa teman, mengomentari statusnya, mention seseorang, atau mengirim DM ke teman Twitter, dan banyak lagi.  Situs social media adalah situs User Generated Content, yakni kontennya dihasilkan oleh para usernya sendiri. Berarti banyak sekali orang dari berbagai kalangan bertemu disana, saling berinteraksi. Maka jika tidak ada netiketnya, bisa-bisa terjadi banyak pertengkaran dan salah paham satu sama lain.
           Apa saja yang termasuk dalam netiket di social media? Ini perlu dikenali juga, agar jangan sampai kita jadi orang yang dianggap tidak tahu etika, atau banyak menuai masalah dengan sesama user lain. Ini dia netiketnya:
1. Jangan berbohong
Siapa sih yang mau dibohongi? Tentu tidak ada. Temanmu akan kecewa jika kamu berbohong. Apalagi user lain yang tidak terlalu kamu kenal. Bisa-bisa mereka kesal dan tidak akan percaya lagi padamu selamanya, bahkan menyebarkan ke seantero social media bahwa kamu pembohong.
2. Jangan membenci
Sama seperti di dunia maya, sekali kita membenci seseorang, maka akan bersikap tidak baik kepadanya. Ada kecenderungan untuk menyerang dan melakukan cyberbully. Ini namanya cari penyakit, deh.
3. Saling berbagi
Orang akan senang jika kamu suka berbagi informasi, atau menunjukkan perhatian apabila ada user lain yang kena musibah. Sekadar kata-kata sapaan pendek saja, tidak perlu terlalu sok perhatian.
4. Jangan mengutuk
Kalau kamu tidak suka dengan isi postingan seseorang atau twitnya, jangan kamu serang dia dengan kata-kata makian atau kutukan. Artinya kamu sudah memulai cyberbully, dan akan mendapatkan balasannya.
5. Jangan melecehkan
Sekali kamu memposting data atau informasi yang melecehkan orang lain, artinya kamu sudah mengundang orang untuk membencimu. Dan ini akan terekam di internet, lho. Sifat burukmu bisa diketahui banyak orang, dan kamu akan mendapat perlakuan setimpal.
6. Berbagi info akurat
Berbagi info artinya bukan asal info yang tidak jelas dan tak dapat dipertanggungjawabkan. Misalnya saja kamu mendengar suatu berita yang belum pasti, dan kamu menyebarkannya, itu sama saja dengan kamu menyebarkan info yang tidak akurat. Jika ini dilakukan, orang akan menganggap kamu sebagai penyebar hoax atau berita bohong.
7. Perbaiki kesalahan
Namanya juga manusia, selalu berpotensi berbuat salah. Jika itu terjadi, segera minta maaf dan perbaiki. Usahakan jangan mengulang kesalahan serupa. Ini akan membuat orang menilaimu sebagai orang yang bertanggungjawab, dan kamu akan dihormati.
8. Perlihatkan kasih
Jika ada user lain menyerangmu atau berbuat salah padamu, dengan memposting atau mentwit hal buruk tentangmu, cobalah bersabar. Membalasnya dengan twit atau postingan buruk juga tidak akan memperbaiki situasi. Lebih baik lupakan kesalahannya dan maafkan dia.
9. Hormati privasi
Jangan mengumbar cerita tentang temanmu di social media. Apalagi membocorkan rahasianya di timeline. Hormatilah privasi orang lain, maka kamu juga akan dihormati.
10. Pertimbangkan dulu
Pikirkan lebih dulu semua yang akan kamu posting, unggah, atau twit di social media. Jangan terlalu spontan. Sebab penyesalan datang belakangan.

        Itu tadi 10 netiket di social media. Jika kamu mengikutinya, niscaya tidak akan terbelit masalah bergaul di Facebook maupun Twitter. [Internet Sehat]
Sumber artikel: networketiquette.net
0

Tampon Pengganti Pembalut Saat Menstruasi

      Tampon adalah sejenis pembalut wanita yang digunakan untuk menampung darah haid saat menstruasi. Adapun cara pakai dari tampon adalah dengan memasukkan ke liang vagina. Adapun bahan untuk membuat tampon adalah kapas.
         Ada banyak mitos yang mengatakan bahwa menggunakan tampon bisa menyebabkan hilangnya keperawanan. Padahal, ini tidaklah benar. Memakai tampon saat menstruasi tidak akan membuat perempuan menjadi tidak perawan.
       Namun, memang dengan menggunakan tampon akan meregangkan selaput dara namun tidak sampai membuatnya robek. Menurut Wikihow, cara menggunakan tampon tidaklah sulit. Anda belum pernah menggunakannya? Simak caranya berikut ini:
1. Bahan Tampon
Untuk bahan, pilih tampon dengan bahan yang mudah menyerap.
2. Cuci tangan
Cuci tangan anda sebelum memasukan tampon, ini untuk menghindari penyebaran jamur atau bakteri.
3. Posisi
Saat menggunakan tampon anda bisa dengan duduk. Caranya, posisi lutut dilebarkan agar memudahkan penggunaan tampon. Anda juga bisa berdiri saat menggunakan tampon. Caranya, tempatkan satu kaki pada tempat yang lebih tinggi.
4. Pahami Anatomi
Penting untuk memahami anatomi vagina, ada tiga bukaan yaitu uretra (tempat urine keluar) di depan, vagina di tengah, dan anus di bagian belakang. Perhatikan darah menstruasi berasal, jika ada darah yang keluar, sebaiknya bersihkan dulu, baru kemudian masukan tampon.
5. Masukan Tampon
Ketika anda sudah menemukan lubang vagina, tahan tampon dengan benar, gunakan jari telunjuk pada ujung aplikator. Perlahan-lahan masukkan bagian atas, setengah tebal aplikator ke dalam vagina. Masukan sampai jari menyentuh daging. Tarik keluar aplikator dengan lembut keluar dari vagina. Perhatikan cara yang tepat di kemasan tampon.
6. Periksa Kenyamanan
Jika setelah memakai tampon anda merasakan sakit saat duduk atau berjalan, mungkin tampon tidak cukup jauh masuk ke dalam vagina. Ulangi dengan membaca secara tepat cara pemakaian yang tertera pada kemasan. Untuk mencegah gangguan atau masalah kesehatan, sebaiknya ganti tampon setiap enam sampai delapan jam sekali, jangan biarkan tampon digunakan lebih dari delapan jam. Toxic shock syndrome (TSS) merupakan konsekuensi yang sangat jarang namun berpotensi fatal menggunakan tampon lebih dari delapan jam. Gejalanya adalah demam tinggi, mual atu bahkan muntah dapat terjadi. Jika gejala ini muncul konsultasikan dengan dokter.
7. Melepas Tampon
Melepas tampon mungkin terlihat menyakitkan, tapi itu hanya tidak nyaman jika otot mengepal. Sebelum melepas tampon, ambil napas dalam-dalam untuk melonggarkan otot. Perlahan-lahan tarik tali atau string tampon. Mungkin merasa beberapa gesekan sedikit dari serat kapas saat tampon keluar, tetapi tidak menyakitkan. Jika terasa sakit mungkin tampon kering, gunakan sedikit air untuk membantunya keluar.
8. Komunikasi dengan yang sudah berpengalaman
Apabila anda merasa kesulitan untuk memakai tampon, ada baiknya bila anda meminta bantuan dari yang sudah berpengalaman menggunakan tampon, kakak atau ibu misalnya. Tidak perlu malu. Cobalah ajukan pertanyaan-pertanyaan secara detail dan jelas agar tidak terjadi kesalahan saat memakai tampon. Cobalah untuk tidak merasa malu, dan ingat bahwa setiap wanita juga perlu mendapatkan informasi detai dan lebih terkait masalah cara menggunakan tampon.
0

60 Langkah Asuhan Persalinan Normal

Enam Puluh Langkah Asuhan Persalinan Normal (Kala II-III-IV)

I. MELIHAT TANDA DAN GEJALA KALA DUA

1. Mengamati tanda dan gejala persalinan kala dua
  • Ibu mempunyai keinginan untuk meneran.
  • Ibu merasa tekanan yang semakin meningkat pada rektum dan/atau vaginanya.
  • Perineum menonjol.
  • Vulva-vagina dan sfingter anal membuka.

II. MENYIAPKAN PERTOLONGAN PERSALINAN

2. Memastikan perlengkapan, bahan dan obat-obatan esensial siap digunakan. Mematahkan ampul oksitosin 10 unit dan menempatkan tabung suntik steril sekali pakai di dalam partus set.
3. Mengenakan baju penutup atau celemek plastik yang bersih.
4. Melepaskan semua perhiasan yang dipakai di bawah siku, mencuci kedua tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir dan mengeringkan tangan dengan handuk satu kali pakai/pribadi yang bersih.
5. Memakai satu sarung dengan DTT atau steril untuk semua pemeriksaan dalam.
6. Mengisap oksitosin 10 unit ke dalam tabung suntik (dengan memakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril) dan meletakkan kembali di partus set/wadah disinfeksi tingkat tinggi atau steril tanpa mengkontaminasi tabung suntik).

III. MEMASTIKAN PEMBUKAAN LENGKAP DENGAN JANIN BAIK

7. Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-hati dari depan ke belakang dengan menggunakan kapas atau kasa yang sudah dibasahi air disinfeksi tingkat tinggi. Jika mulut vagina, perineum atau anus terkontaminasi oleh kotoran ibu, membersihkannya dengan seksama dengan cara menyeka dari depan ke belakang. Membuang kapas atau kasa yang terkontaminasi dalam wadah yang benar. Mengganti sarung tangan jika terkontaminasi ( meletakkan kedua sarung tangan tersebut dengan benar di dalam larutan dekontaminasi, langkah #9).
8. Dengan menggunakan teknik aseptik, melakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan bahwa pembukaan serviks sudah lengkap.
  • Bila selaput ketuban belum pecah, sedangkan pembukaan sudah lengkap, lakukan amniotomi.
9. Mendekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan yang masih memakai sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5% dan kemudian melepaskannya dalam keadaan terbalik serta merendamnya di dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit. Mencuci kedua tangan (seperti di atas).
10. Memeriksa Denyut Jantung Janin (DJJ) setelah kontraksi berakhir untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal ( 100 – 180 kali / menit ).
  • Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal.
  • Mendokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan dalam, DJJ dan semua hasil-hasil penilaian serta asuhan lainnya pada partograf.

IV. MENYIAPKAN IBU & KELUARGA UNTUK MEMBANTU PROSES PIMPINAN MENERAN.

11. Memberitahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik. Membantu ibu berada dalam posisi yang nyaman sesuai keinginannya.
  • Menunggu hingga ibu mempunyai keinginan untuk meneran. Melanjutkan pemantauan kesehatan dan kenyamanan ibu serta janin sesuai dengan pedoman persalinan aktif dan mendokumentasikan temuan-temuan.
  • Menjelaskan kepada anggota keluarga bagaimana mereka dapat mendukung dan memberi semangat kepada ibu saat ibu mulai meneran.
12. Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu utuk meneran. (Pada saat ada his, bantu ibu dalam posisi setengah duduk dan pastikan ia merasa nyaman).
13. Melakukan pimpinan meneran saat Ibu mempunyai dorongan yang kuat untuk meneran :
  • Membimbing ibu untuk meneran saat ibu mempunyai keinganan untuk meneran
  • Mendukung dan memberi semangat atas usaha ibu untuk meneran.
  • Membantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihannya (tidak meminta ibu berbaring terlentang).
  •  Menganjurkan ibu untuk beristirahat di antara kontraksi.
  • Menganjurkan keluarga untuk mendukung dan memberi semangat pada ibu.
  • Menganjurkan asupan cairan per oral.
  • Menilai DJJ setiap lima menit.
  • Jika bayi belum lahir atau kelahiran bayi belum akan terjadi segera dalam waktu 120 menit (2 jam) meneran untuk ibu primipara atau 60/menit (1 jam) untuk ibu multipara, merujuk segera.
Jika ibu tidak mempunyai keinginan untuk meneran, maka :
  • Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang aman. Jika ibu belum ingin meneran dalam 60 menit, menganjurkan ibu untuk mulai meneran pada puncak kontraksi-kontraksi tersebut dan beristirahat di antara kontraksi.
  • Jika bayi belum lahir atau kelahiran bayi belum akan terjadi segera setalah 60 menit meneran, merujuk ibu dengan segera.

V. PERSIAPAN PERTOLONGAN KELAHIRAN BAYI.

14. Jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm, meletakkan handuk bersih di atas perut ibu untuk mengeringkan bayi.
15. Meletakkan kain yang bersih dilipat 1/3 bagian, di bawah bokong ibu.
16. Membuka partus set.
17. Memakai sarung tangan DTT atau steril pada kedua tangan.

VI. MENOLONG KELAHIRAN BAYI

Lahirnya kepala
18. Saat kepala bayi membuka vulva dengan diameter 5-6 cm, lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi kain tadi, letakkan tangan yang lain di kelapa bayi dan lakukan tekanan yang lembut dan tidak menghambat pada kepala bayi, membiarkan kepala keluar perlahan-lahan. Menganjurkan ibu untuk meneran perlahan-lahan atau bernapas cepat saat kepala lahir.
  • Jika ada mekonium dalam cairan ketuban, segera hisap mulut dan hidung setelah kepala lahir menggunakan penghisap lendir DeLee disinfeksi tingkat tinggi atau steril atau bola karet penghisap yang baru dan bersih.
19. Dengan lembut menyeka muka, mulut dan hidung bayi dengan kain atau kasa yang bersih.
20. Memeriksa lilitan tali pusat dan mengambil tindakan yang sesuai jika hal itu terjadi, dan kemudian meneruskan segera proses kelahiran bayi :
  • Jika tali pusat melilit leher janin dengan longgar, lepaskan lewat bagian atas kepala bayi.
  • Jika tali pusat melilit leher bayi dengan erat, mengklemnya di dua tempat dan memotongnya.
21. Menunggu hingga kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan.
Lahir bahu
22. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, tempatkan kedua tangan di masing-masing sisi muka bayi. Menganjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi berikutnya. Dengan lembut menariknya ke arah bawah dan kearah keluar hingga bahu anterior muncul di bawah arkus pubis dan kemudian dengan lembut menarik ke arah atas dan ke arah luar untuk melahirkan bahu posterior.
Lahir badan dan tungkai
23. Setelah kedua bahu dilahirkan, menelusurkan tangan mulai kepala bayi yang berada di bagian bawah ke arah perineum tangan, membiarkan bahu dan lengan posterior lahir ke tangan tersebut. Mengendalikan kelahiran siku dan tangan bayi saat melewati perineum, gunakan lengan bagian bawah untuk menyangga tubuh bayi saat dilahirkan. Menggunakan tangan anterior (bagian atas) untuk mengendalikan siku dan tangan anterior bayi saat keduanya lahir.
24. Setelah tubuh dari lengan lahir, menelusurkan tangan yang ada di atas (anterior) dari punggung ke arah kaki bayi untuk menyangganya saat panggung dari kaki lahir. Memegang kedua mata kaki bayi dengan hati-hati membantu kelahiran kaki.

VII. PENANGANAN BAYI BARU LAHIR

25. Menilai bayi dengan cepat, kemudian meletakkan bayi di atas perut ibu dengan posisi kepala bayi sedikit lebih rendah dari tubuhnya (bila tali pusat terlalu pendek, meletakkan bayi di tempat yang memungkinkan).
26. Segera mengeringkan bayi, membungkus kepala dan badan bayi kecuali bagian pusat.
27. Menjepit tali pusat menggunakan klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi. Melakukan urutan pada tali pusat mulai dari klem ke arah ibu dan memasang klem kedua 2 cm dari klem pertama (ke arah ibu).
28. Memegang tali pusat dengan satu tangan, melindungi bayi dari gunting dan memotong tali pusat di antara dua klem tersebut.
29. Mengganti handuk yang basah dan menyelimuti bayi dengan kain atau selimut yang bersih dan kering, menutupi bagian kepala, membiarkan tali pusat terbuka. Jika bayi mengalami kesulitan bernapas, mengambil tindakan yang sesuai.
30. Memberikan bayi kepada ibunya dan menganjurkan ibu untuk memeluk bayinya dan memulai pemberian ASI jika ibu menghendakinya.

VIII. PENANGANAN BAYI BARU LAHIR

31. Meletakkan kain yang bersih dan kering. Melakukan palpasi abdomen untuk menghilangkan kemungkinan adanya bayi kedua.
32. Memberi tahu kepada ibu bahwa ia akan disuntik.
33. Dalam waktu 2 menit setelah kelahiran bayi, memberikan suntikan oksitosin 10 unit IM di 1/3 paha kanan atas ibu bagian luar, setelah mengaspirasinya terlebih dahulu.
Penegangan tali pusat terkendali
34. Memindahkan klem pada tali pusat
35. Meletakkan satu tangan diatas kain yang ada di perut ibu, tepat di atas tulang pubis, dan menggunakan tangan ini untuk melakukan palpasi kontraksi dan menstabilkan uterus. Memegang tali pusat dan klem dengan tangan yang lain.
36. Menunggu uterus berkontraksi dan kemudian melakukan penegangan ke arah bawah pada tali pusat dengan lembut. Lakukan tekanan yang berlawanan arah pada bagian bawah uterus dengan cara menekan uterus ke arah atas dan belakang (dorso kranial) dengan hati-hati untuk membantu mencegah terjadinya inversio uteri. Jika plasenta tidak lahir setelah 30 – 40 detik, menghentikan penegangan tali pusat dan menunggu hingga kontraksi berikut mulai.
  • Jika uterus tidak berkontraksi, meminta ibu atau seorang anggota keluarga untuk melakukan ransangan puting susu.
Mengluarkan plasenta.
37. Setelah plasenta terlepas, meminta ibu untuk meneran sambil menarik tali pusat ke arah bawah dan kemudian ke arah atas, mengikuti kurve jalan lahir sambil meneruskan tekanan berlawanan arah pada uterus.
  • Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak sekitar 5 – 10 cm dari vulva.
  • Jika plasenta tidak lepas setelah melakukan penegangan tali pusat selama 15 menit :
- Mengulangi pemberian oksitosin 10 unit IM.
- Menilai kandung kemih dan mengkateterisasi kandung kemih dengan menggunakan teknik aseptik jika perlu.
- Meminta keluarga untuk menyiapkan rujukan.
- Mengulangi penegangan tali pusat selama 15 menit berikutnya.
- Merujuk ibu jika plasenta tidak lahir dalam waktu 30 menit sejak kelahiran bayi.
38. Jika plasenta terlihat di introitus vagina, melanjutkan kelahiran plasenta dengan menggunakan kedua tangan. Memegang plasenta dengan dua tangan dan dengan hati-hati memutar plasenta hingga selaput ketuban terpilin. Dengan lembut perlahan melahirkan selaput ketuban tersebut.
  • Jika selaput ketuban robek, memakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril dan memeriksa vagina dan serviks ibu dengan seksama. Menggunakan jari-jari tangan atau klem atau forseps disinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk melepaskan bagian selapuk yang tertinggal.
Pemijatan Uterus
39. Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, melakukan masase uterus, meletakkan telapak tangan di fundus dan melakukan masase dengan gerakan melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi (fundus menjadi keras).

VIII. MENILAI PERDARAHAN

40. Memeriksa kedua sisi plasenta baik yang menempel ke ibu maupun janin dan selaput ketuban untuk memastikan bahwa selaput ketuban lengkap dan utuh. Meletakkan plasenta di dalam kantung plastik atau tempat khusus.
  • Jika uterus tidak berkontraksi setelah melakukan masase selam 15 detik mengambil tindakan yang sesuai.
41. Mengevaluasi adanya laserasi pada vagina dan perineum dan segera menjahit laserasi yang mengalami perdarahan aktif.

IX. MELAKUKAN PROSEDUR PASCA PERSALINAN

42. Menilai ulang uterus dan memastikannya berkontraksi dengan baik. Mengevaluasi perdarahan persalinan vagina.
43. Mencelupkan kedua tangan yang memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5 %, membilas kedua tangan yang masih bersarung tangan tersebut dengan air disinfeksi tingkat tinggi dan mengeringkannya dengan kain yang bersih dan kering.
44. Menempatkan klem tali pusat disinfeksi tingkat tinggi atau steril atau mengikatkan tali disinfeksi tingkat tinggi dengan simpul mati sekeliling tali pusat sekitar 1 cm dari pusat.
45. Mengikat satu lagi simpul mati dibagian pusat yang berseberangan dengan simpul mati yang pertama.
46. Melepaskan klem bedah dan meletakkannya ke dalam larutan klorin 0,5 %.
47. Menyelimuti kembali bayi dan menutupi bagian kepalanya. Memastikan handuk atau kainnya bersih atau kering.
48. Menganjurkan ibu untuk memulai pemberian ASI.

X. EVALUASI

49. Melanjutkan pemantauan kontraksi uterus dan perdarahan pervaginam :
  • 2-3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan.
  • Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pasca persalinan.
  • Setiap 20-30 menit pada jam kedua pasca persalinan.
  • Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, melaksanakan perawatan yang sesuai untuk menatalaksana atonia uteri.
Jika ditemukan laserasi yang memerlukan penjahitan, lakukan penjahitan dengan anestesia lokal dan menggunakan teknik yang sesuai.
50. Mengajarkan pada ibu/keluarga bagaimana melakukan masase uterus dan memeriksa kontraksi uterus.
51. Mengevaluasi kehilangan darah.
52. Memeriksa tekanan darah, nadi dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama satu jam pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit selama jam kedua pasca persalinan.
  • Memeriksa temperatur tubuh ibu sekali setiap jam selama dua jam pertama pasca persalinan.
  • Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak normal.
Kebersihan dan keamanan
53. Menempatkan semua peralatan di dalam larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi (10 menit). Mencuci dan membilas peralatan setelah dekontaminasi
54. Membuang bahan-bahan yang terkontaminasi ke dalam tempat sampah yang sesuai.
55. Membersihkan ibu dengan menggunakan air disinfeksi tingkat tinggi. Membersihkan cairan ketuban, lendir dan darah. Membantu ibu memakai pakaian yang bersih dan kering.
56. Memastikan bahwa ibu nyaman. Membantu ibu memberikan ASI. Menganjurkan keluarga untuk memberikan ibu minuman dan makanan yang diinginkan.
57. Mendekontaminasi daerah yang digunakan untuk melahirkan dengan larutan klorin 0,5% dan membilas dengan air bersih.
58. Mencelupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%, membalikkan bagian dalam ke luar dan merendamnya dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
59. Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir.
Dokumentasi
60. Melengkapi partograf (halaman depan dan belakang)

Perempuan dan Kesehatan Reproduksi

Pendahuluan
        Kesehatan reproduksi adalah suatu kondisi yang sempurna dari fisik,  mental dan keadaan sosial (tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan/ kecacatan) dalam setiap persoalan yang berhubungan dengan sistem, fungsi serta proses reproduksi. Konsep dan definisi lainnya yang juga disepakati dan berkaitan dengan kesehatan reproduksi, yaitu kesehatan seksual, hak seksual, dan hak reproduksi.
     Sejak tahun 2000, kesehatan reproduksi merupakan salah satu topik penting yang mendapat perhatian dari berbagai pihak, baik di dalam maupun di luar negeri. Meluasnya liputan media massa sampai ke pelosok negeri yang menyajikan fakta seputar kesehatan reproduksi, baik positif maupun negatif mendorong pemerintah, perorangan, swasta dan lembaga swadaya masyarakat untuk mengambil peran aktif dalam menyosialisasikan sekaligus memberikan jalan keluar atas permasalahan kesehatan reproduksi.
Angka kematian ibu (maternal mortality rate/MMR) di Indonesia sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI, 2007) walaupun lebih rendah dibandingkan dengan angka IMR sebelumnya, yakni 307 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI, 2002–2003), masih termasuk ke dalam kategori tinggi di antara negara-negara di Asia Selatan dan Pasifik. Faktor penyebab yang tertinggi adalah perdarahan, di samping faktor sosial budaya dan non-kesehatan lainnya. Fakta ini diikuti oleh tingginya angka kematian bayi (infant mortality rate/IMR) dengan angka 34 per 1000 kelahiran hidup (SDKI, 2007) serta aborsi akibat kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) di kalangan remaja (Susilowati, N., 2008). 

Pembahasan
       Dalam keadaan negara yang mengalami krisis multidimensi, perempuan  yang menanggung beban terberat dalam keluarganya. Keragaman perempuan berdasarkan kelas, ras, maupun nasional, dikaitkan dalam benang merah isu-isu sentral perempuan seperti pendidikan, kesehatan reproduksi, kerja domestik, upah rendah, peran ganda, kekerasan seksual, ideologi gender, terutama pada masyarakat yang telah mengenal kapitalisme dan komersialisasi.
         Tingginya angka aborsi tidak aman di Indonesia yang diikuti dengan tingginya resiko kematian ibu hendaknya tidak dilihat sebagai sesuatu yang berdiri sendiri, tetapi dikarenakan berbagai faktor penentu baik di level individu, keluarga atau masyarakat maupun negara. Faktor penentu pada level individu antara lain karena kegagalan alat kontrasepsi, masalah kesehatan, psikologis, ekonomi dan ketidak tahuan cara pencegahan kehamilan dengan benar. Pada level keluarga dan masyarakat, faktor
penentunya antara lain karena kemiskinan, pengetahuan anggota keluarga termasuk suami yang rendah, pandangan agama yang sempit, tidak mampu mengakses pelayanan aborsi yang aman dan stigma takut dan malu jika diketahui orang lain. Sementara faktor penentu pada level negara adalah  adanya larangan aborsi dengan alasan apapun di Indonesia, sebagaimana dinyatakan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 346349 dan Undang-Undang Kesehatan nomor 23/1992 pasal 15 ayat 1 dan 2.
          Melihat kenyataan lambatnya penurunan besaran AKI yang dapat dianggap sebagai salah satu petunjuk kurangnya komitmen pemerintah terhadap kesejahteraan perempuan, salah satu harapan yang dapat menurunkan dengan cepat AKI dan meningkatkan secara nyata kesejahteraan perempuan adalah amandemen Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Dampak dari masalah reproduksi kesehatan ini berkaitan langsung dengan penduduk miskin. Perempuan miskin lebih banyak memiliki anak yang tidak diinginkan karena kurang mendapatkan akses terhadap pelayanan dan informasi kesehatan reproduksi. Kemungkinan terkena infeksi menular seksual, termasuk HIV/AIDS, menambah risiko yang akan dihadapi olehperempuan; ketidakadilan gender sering menghilangkan kemampuan perempuan untuk menolak praktek-praktek berisiko kekerasan seksual dan perilaku seksual, membuat perempuan tidak mendapat informasi mengenai pencegahan dan menempatkan mereka di urutan terakhir dalam pelayanan dan tindakan untuk menyelamatkan kehidupan.
       Dalam kebijakannya khususnya tentang kesehatan reproduksi perempuan pemerintah masih belum adil dan menjadikan perempuan sebagai target utama dari kebijakan dalam bidang kesehatan dan kependudukan yang selama ini dilakukan pemerintah. Selama ini perempuan ditempatkan hanya sebagai instrumen perantara dalam mencapai target kependudukan atau kesehatan yang dicanangkan pemerintah tanpa memandang hak-hak perempuan atas tubuhnya sendiri. Sebagai contoh kebijakan pemerintah dalam program keluarga berencana (KB). Program KB selama ini mengarahkan sasaran pada perempuan, sebagian masyarakat masih menganggap KB dan kesehatan reproduksi serta kesehatan ibu dan anak merupakan urusan perempuan dimana keputusan untuk ber-KB, pergi periksa kehamilan, imunisasi bayidiserahkan pada kaum perempuan/ibu.
          Selain itu dalam kebijakan program KB ini pemerintah juga membatasi akses perempuan terhadap manfaat dan resiko dari metoda KB seperti IUD dan metoda hormonal. Cara seperti ini merupakan intervensi panjang terhadap kesehatan reproduksi/alat reproduksi perempuan (selama beberapa tahun atau bulan) sedangkan perempuan berpeluang untuk hamil hanya selama beberapa jam dalam setiap siklus haid. Selain itu beberapa resiko kesehatan atau efek samping yang akan dihadapi perempuan terkait dengan pemakaian alat kontrasepsi tersebut seperti tekanan darah tinggi, ketidakteraturan haid, pendarahan, sakit kepala, tidak banyak dibicarakan pemerintah. Dari data pada tabel dibawah ini terlihat bahwa pemakaian kontrasepsi lebih didominasi perempuan dibandingkan laki laki.
             Dari data diatas, dapat dilihat bahwa hanya 3% dari alat kontrasepsi yang ditujukan kepada laki-laki, sementara 97% ditujukan kepada perempuan. Sehingga diperlukan upaya nyata pemerintah dalam meningkatkan angka parti-sipasi pria dalam program KB ini. Karena laki-laki mempunyai hak-hak kesehatan reproduksi yang sama dengan perempuan/isteri Menurut estimasi WHO , sampai dengan Juni 2000 terdapat sekitar 34,3 juta orang dewasa dan anak mengidap HIV/AIDS dan lebih dari 18 juta yang meninggal. Ternyata 95% dari jumlah tersebut berada di negara berkembang, 52000 kasus terjadi di Indonesia. Dari kasus HIV/AIDS di Indonesia tersebut, 70 persen adalah ibu rumah tangga yang menjadi korban tidak langsung dari penyebaran HIV ini (laki-laki sebagai penyebar potensial tertinggi). Hal terjadi karena infeksi HIV diseluruh dunia terjadi melalui hubungan seks antara laki-laki dan perempuan.
Dan hampir 80% perempuan yang mengidap HIV/AIDS hanya berhubungan dengan satu pria, suaminya. Dari permasalahan di atas maka perlu dilakukan perubahan dan pende-katan dalam menangani masalah kebijakan dalam bidang kesehatan reproduksi ini diantaranya :
1. Peningkatan kondisi kesehatan perempuan dan peningkatan kesempatan kerja Hal ini dilakukan dalam upaya untuk meningkatkan usia kawin dan melahirkan, sehingga resiko selama kehamilan akan menurun.
2. Pendekatan target pada program KB harus disertai dengan adanya tenaga dan peralatan medis yang cukup. Hal ini  untuk mencegah terjadinya malpraktek karena keinginan untuk mencapai target.
3. Peningkatan partisipasi laki-laki dalam menurunkan angka kelahiran. Tidak hanya perempuan yang dituntut untuk mencegah kehamilan, tetapi juga laki-laki, karena pada saat ini sudah tersedia beberapa alat kontrasepsi untuk laki-laki. Penyadaran akan kesetaraan dalam menentukan hubungan seksual dengan laki-laki. Penyadaran bahwa perempuan berhak menolak berhubungan seksual dengan laki-laki, meskipun laki-laki tersebut suaminya, bila hal itu membahayakan kesehatan reproduksinya (misalnya laki-laki  204 EGALITA, Jurnal Kesetaraan dan Keadilan Gender Perempuan dan Kesehatan Reproduksi tersebut mengidap HIV/AIDS).
4. Penyuluhan tentang jenis, guna, dan resiko penggunaan alat  kontrasepsi Baik alat kontrasepsi modern maupun tradisional perlu diperkenalkan guna dan resikonya kepada perempuan. Dengan demikian perempuan dapat menentukan alat kontrasepsi mana yang terbaik untuk dirinya.
5. Penyuluhan tentang HIV/AIDS dan PMS (penyakit menular seksual) kepada perempuan.
6. Pendidikan seks pada remaja perempuan dan laki-laki. Kebijakan kesehatan yang menghormati hak perempuan atas tubuhnya, dalam jangka panjang akan memberikan kontribusi yang nyata dalam mengatasi masalah kependudukan, dengan resiko yang jauh lebih kecil dibanding kebijakan kependudukan menggunakan kontrasepsi modern. 
           Islam memandang laki-laki dan perempuan adalah dua makhluk yang setara. Dijelaskan dalam QS. Al-Hujurat ayat 13 bahwa antara laki-laki dan perempuan memiliki kesetaraan potensi untuk mencapai status tertinggi di hadapan Tuhan. Dalam QS. Al-Ghafir ayat 40, Tuhan juga memberikan penghargaan yang sama antara karya positif laki-laki dan karya positif yang dihasilkan perempuan, dengan harga yang sama. Al-Qur’an memang mengungkapkan perbedaan mendasar antara laki-laki dan perempuan, tetapi harus dicermati kembali apakah ungkapan tersebut mengacu kepada unsur biologis atau non-biologis  (Sumbulah, 2006: 37)

Kesimpulan
          Kesehatan reproduksi adalah suatu kondisi yang sempurna dari fisik, mental dan keadaan sosial dari manusia. Oleh karena itu pemerintah sebagai perumus dan pemilik kebijakan khususnya tentang kesehatan reproduksi perempuan harus lebih adil dan menghormati hak perempuan atas tubuhnya, sehingga dalam jangka panjang akan memberi-kan kontribusi yang nyata dalam mengatasi masalah kependudukan dengan resiko yang jauh lebih kecil dibanding kebijakan kependudukan menggunakan
kontrasepsi modern.
 
Copyright © Health Education